Om Swastyastu, Om Avighnamastu.Pertama saya memohon
bimbingan kepada Hyang Ibu Saraswati, Seluruh Pandita dan Pinandita, semua Umat
sedharma. Dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman saya telah berani
menulis tentang Riwayat Perjalanan Maha Yogi Rsi Markandeya, tentunya dari
beberapa sumber. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan mengenai Riwayat
Perjalanan (Dharma Yatra) Sang Maharsi yang Agung.
Riwayat Perjalanan (Dharma Yatra) Maharsi Markandeya
A. Silsilah
Maha Yogi Rsi Markandeya
Salah satu tonggak peradaban masyarakat dan
penyebaran agama Hindu di Bali adalah Maha Yogi Rsi Markandeya. Dari perjalanan
Dhrma Yatra beliau juga menjadi sejarah leluhur daripada wangsa Brahmana
Bujangga Waisnawa. Pada zaman dahulu kala tersebutlah seorang maharsi yang
bernama Rsi Markandeya. Rsi Markandeya adalah seorang Maha Yogi yang sangat
utama yang berasal dari keturunan warga Bregu. Bheghawan Bregu adalah keturunan
dari Hyang Jagatnatha yang bergelar Sang Hyang Ratnamaya. Beliau adalah putra
dari Sang yang Tunggal yang menjaga dan menguasai dunia seluruhnya. Dikisahkan,
salah satu keturunan Hyang Jagatnatha bernama Sang Hyang Rsiwu, beliau seorang
Mahayogi yang amat bijaksana mempunyai putra bergelar Sang Hyang Meru.
Sang Hyang Meru mempunyai Putra Sang Ayati dan
adiknya Sang Niata. Sang Ayati mempunyai putra bernama Sang Prana , dan Sang
Niata mempunyai putra bernama Sang Markanda. Sang Markanda memperistri seorang
gadis cantik dan sempurna bernama Dewi Manswini. Inilah yang Melahirkan Sang
Maharsi Markandeya. Rsi Markandeya sangat tampan da mempunyai banyak ilmu, Lama
beliau membujang dan akhirnya memperistri Dewi Dumara. Dan mempunyai putra
seorang bergelar Hyang rsi Dewa Sirah. Rsi Dewa sirah memperistri Dewi Wipari.
Rsi Markadeya adalah titisan Dewa Surya yang berasal dari Negara Bharatawarsa (
India). Dan Beliau berkeinginan mengembangkan ajaran Yoga beliau menuju daerah
selatan India hingga akhirnya sampailah di Nusantara.
B. Perjalanan
Maharsi Markandeya di Nusantara
Maharsi
Markandeya datang kebumi nusantara pada sekitar abad ke 2 M. Beliau bertapa
dilereng gunung Dieng, di jawa Tengah. Akan tetapi tiap malam beliau didatangai
oleh orang-orang halus. Mereka ada yang berupa jin, setan, hantu dan
sebagainya. Konon kabarnya mereka berdiam pada goa-goa, jurang-jurang yang
dalam, batu-batu besar atau pohon-pohon yang besar. Semuanya datang mengganggu
Sang Markhandeya bertapa. Maka terpaksalah beliau meninggalkan tempat itu dan
pergi kearah timur dan akhirnya sampai dilereng gunung Raung. Disitulah Maharsi
Markandeya mulai bertapa lagi. Tak berselang lama dalam pertapaannya beliau
mendapatkan wahyu berupa suara gaib dan sinar terang berderang yang terlihat di
arah Timur.
Terlihatlah sederetan gunung-gunung dari barat ke
timur yang berjejer berwarna hijau nan subur. Nun jauh ditimur tampaklah puncak
gunung agung yang menjulang tinggi. disebut panjang (Dawa) karena berderet
gunung-gunung yang memanjang dari barat ke timur, untuk membuka lahan baru.
Mahayogi Markandeya dengan segera mengumumkan kepada para pengikutnya, maka
sejumlah kurang lebih 8000 orang bersedia untuk melaksanakan perjalanan dan
untuk menetap ke Pulau Dawa atas saran Mahayogi untuk membuka lahan baru.
Setelah perlengkapan dan perbekalan dirasakan telah siap maka berangkatlah
rombongan Mahayogi Markandeya menuju pulau Dawa, rombongan ini mengalami banyak
musibah, binatang-binatang buas macan, ular dan binatang buas lainnya banyak
yang menerkam pengikut-pengikut Mahayogi Markandeya saat merabas hutan. Selain
itu banyak pula pengikut-pengikut Mahayogi yang terserang wabah penyakit hingga
banyak yang jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Melihat kenyataan ini, Mahayogi sangat sedih dan
kecewa, pasti ada sesuatu yang kurang beres dalam misi ini. Akhirnya Mahayogi
memutuskan untuk kembali ke Gunung Rawung bersama pengikut-pengikutnya yang
masih tersisa. Sesampainya di Gunung Rawung Jawa Timur, Mahayogi Markandeya
bertapa kembali untuk memohon petunjuk kepada hyang kuasa. Setelah selesai
bertapa beliau kembali memberitahukan kepada pengikut-pengikutnya tentang
rencana untuk kembali ke pulau Dawa. Kali ini beliau mengikutsertakan para Yogi
lainnya. Untuk keberangkatan yang kedua kalinya, telah terkumpul orang-orang
yang sebagian besar dari desa Aga yang berjumlah kurang lebih 400 orang lengkap
dengan alat pertanian termasuk sejumlah bibit sarwapala yang dibawa untuk
pembukaan lahan baru. Setibanya di pulau Dawa dan sebelum merabas hutan,
diadakan upacara yang dipimpin oleh Mahayogi Markandeya beserta para Panditha,
Rsi dan para Yogi lainnya. Upacara ini memohon kepada Tuhan dan Ibu Pertiwi
agar diperkenankan untuk mengolah lahan yang akan dijadikan pertanian. Tak lupa
pula dimohonkan agar wabah penyakit dan binatang-binatang buas tidak menjadi
kendala untuk misi ini.
Setelah upacara yang dilakukan oleh Markandeya
bersama orang-orang Desa Aga selesai, maka dilanjutkan dengan prosesi penanaman
sarana yang disebut Pancadatu (liam jens logam, yaitu: perak, tembaga, emas,
besi, dan timah, disertai pula permata mirah). Sebagai simbol kelima unsur
elemen agar pengolahan lahan baru ini berjalan lancar. Mahayogi Markandeya
memberi nama “Basuki” pada penanaman Pancadatu tersebut, karena Basuki memiliki
arti Rahayu atau selamat. Akhirnya saat ini nama Basuki itu dikenal dengan nama
Desa Besakih di lereng Gunung Agung. Disaat Mahayogi membagi-bagikan sawah dan
ladang kepada para pengikutnya, maka tempat tersebut diberi nama “Desa Puwakan”
(puwakan=pembagian).
Di tempat dimana Mahayogi beryoga disebut Desa
Payogan, Campuan, Ubud. Selanjutnya di Desa Taro (Taro=Taru, Taru =Kayu, Kayu
berarti Kayun, Kayun = keinginan, dalam hal ini berarti memiliki keinginan suci
dan berpikiran suci) yang artinya sang Yogi mengajarkan ajaran dan pikiran
suci. Selanjutnya orang desa Aga disebut Bali Aga yang berarti orang-orang dari
desa Aga yang melakukan wali=kurban suci. Semenjak itu pulau Dawa dikenal
dengan nama pulau Wali/Bali. Mahayogi Markandeya pun mengajarkan sistem bertani
yang dikenal dengan sistem “subak” dan mengajarkan sistem bermasyarakat yaitu
adat Banjar, Pekasehan, dan tugas serta kewajiban masing-masing. di tempat
dimana beliau mengajarkan agama, akhirnya dikenal dengan sebutan “Desa
Payangan” (Payangan berasal dari kata Parahyangan yang berarti para dewata). Di
kemudian hari, dimana tempat tinggal beliau, didirikan pura Taro, di desa
Besakih juga didirikan Pura Besakih.
Demikian kisah Mahayogi Markandeya di tahun 158
Masehi yang membawa para pengkutnya dari Gunung Rawung dan desa Aga, Jawa Timur
ke pulau Dawa untuk membuka lahan baru hingga pulau ini dikenal dengan nama
pulau Bali yang terkenal dengan pura Besakihnya dimana beliau menanamkan
pancadatu untuk memulai merabas hutan yang nantinya menjadi lahan pertanian dan
perladangan untuk mengisi kehidupan pada pulau ini. Karena pulau ini telah lama
kosong semenjak penduduk asli Bali yang hidup di zaman raja Bali yang pernah
bertemu dengan Mahayogi cebol yang bernama Wamana, yang mana atas permintaan
sang Wamana meminta 3 langkah kaki sebagai wilayahnya, akhirnya raja Bali
beserta rakyatnya harus menuju ke alam bawah yang disebut patala. Pada zaman
Ramayana, Sugriwa pernah mengirim pasukannya untuk mencari Dewi Sitha hingga ke
pulau “Narikel” yang artinya kepulauan yang banyak ditumbuhi pohon kelapa
(Sunda Kelapa = Sumatra, Jawa, Madura, dan Bali). Yang ditemukan hanyalah
saksi-saksi bisu di masa raja Bali. Namun berkat kedatangan Mahayogi Markandeya
beserta pengikutnya, maka pulau ini hidup kembali dan dikenal dengan nama pulau
Bali.
C. Jejak
perjalanan Rsi Markandeya di Tanah Lombok
Setelah memastikan pulau Bali merupakan titik sinar
yang beliau lihat pada waktu bersemedi di Gunung Raung Jawa. Maka untuk
memastikan suatu saat nanti di masa depan pulau Bali akan tetap menjadi pulau
yang suci, maka Ida Maharsi Markandeya berusaha melindungi pulau Bali dengan
cara memagari pulau Bali dengan sinar-sinar suci. Proses pemagaran pulau Bali
ini terkait dengan penanaman panca datu di beberapa pulau yang mengelilingi
pulau Bali. Tujuan dari penanaman panca datu di pulau-pulau yang mengelilingi
pulau Bali ini adalah dengan tujuan jikalau suatu saat sinar kesucian pulau
Bali mulai meredup akibat pola prilaku sekala-niskala dari penduduk Bali yang
mulai tidak sesuai dengan kaidah Tri Kaya Parisudha dan Tri Hita Karana maka
sinar-sinar suci dari pulau-pulau yang mengelilingi pulau Bali inilah yang akan
memberikan sokongan energi supaya energi kesucian pulau Bali tetap terjaga.
Singkat cerita, dalam tulisan ini penulis
memfokuskan pada perjalanan Ida Maharsi Markandeya ke tanah Lombok dalam rangka
menanam panca datu dan dalam rangka menandai titik-titik spiritual di tanah
Lombok yang suatu saat akan menjadi sumber energi spiritual yang bukan hanya
akan menjaga keseimbangan pulau Lombok dan sekitar akan tetapi juga akan
menjadi cadangan energi spiritual untuk pulau Bali jikalau pulau Bali sudah
mulai kotor.
Jejak perjalanan Ida Maharsi Markandeya ditanah
Lombok diawali lewat Nusa Penida. Setelah menandai titik-titik spiritual di
Nusa Penida seperti Puncak Mundi, Puncak Tunjuk Pusuh, Puncak Tinggar, Dalem
Ped, Giri Putri, Sekar Taji dll, Ida Maharsi Markandeya melanjutkan perjalanan
beliau ke pulau Lombok. Di pulau Lombok ini beliau pertama kali beryoga semadi
di puncak Gunung Sari (sekarang menjadi lokasi pura Gunung Sari, Lombok),
disini Ida ditemani oleh putun Ida yang bernama Ratu Ayu Manik Tirta Mas.
Kemudian setelah itu beliau beryoga semadi di puncak
Baliku (sekarang menjadi lokasi pura Puncak Baliku), disini Ida ditemani oleh
istri beliau yang bernama Ida Ratu Niang Sarining Suci. Setelah itu beliau
lanjut menandai titik Gunung Pengsong.
Di Gunung Pengsong beliau bertemu dengan seorang
wanita cina yang jaman sekarang dikenal dengan Ida Ratu Niang Gunung Pengsong
atau ditanah Bali dikenal dengan nama Ida Hyang Betari Dewi Anjani. Di Gunung
Pengsong ini Ida Hyang Maharsi Markandeya melakukan kawin kesaktian dengan Ida
Hyang Betari Dewi Anjani. Jadi selama bertapa di Gunung Pengsong ini Ida
Maharsi Markandeya ditemani oleh Ida Hyang Betari Dewi Anjani. Tempat pertapaan
beliau ini yang pada jaman sekarang ini menjadi cikal bakal Pura Puncak Gunung
Pengsong. Taksu hasil kawin kesaktian dari Ida Maharsi Markandeya dan Ida Hyang
Dewi Anjani di Gunung Pengsong ini merupakan taksu kesuburan, kemakmuran dan
kesejahteraan.
Setelah menyelasaikan proses pembangkitan sinar suci
di Gunung Pengsong kemudian Ida Maharsi Markandeya ditemani dengan Ida Hyang
Betari Dewi Anjani melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Rinjani. Di Puncak
Gunung Rinjani ini Ida Maharsi Markandeya mengumpulkan energi dari semua titik
sinar suci di pulau Lombok yang suatu saat jika diperlukan akan dikirim ke
pulau Bali untuk menjaga kesucian pulau Bali. Di puncak Gunung Rinjani ini Ida
Hyang Maharsi Markandeya menunggalkan semua sinar kesucian yang beliau dapat di
pulau Lombok. Akibat dari hasil penunggalan semua sinar suci pulau Lombok ini
maka di Puncak Gunung Rinjani, Ida Betara Lingsir Maharsi Markandeya dikenal
dengan Ida Hyang Lingsir Maharsi SUKMA JATI. Setelah Ida Maharsi Markandeya
merasa cukup membangkitkan titik kesucian pulau Lombok, kemudian beliau
berencana melanjutkan perjalanan meninggalkan pulau Lombok menuju Gunung
Tambora. Untuk tetap menjaga kesucian pulau Lombok khususnya setelah
ditinggalkan oleh beliau maka Tongkat Komando Penguasa pulau Lombok diserahkan
kepada Ida Hyang Betari Dewi Anjani. Karena tugas yang maha berat ini kemudian
Ida Maharsi Markandeya menunggalkan semua sinar suci yang telah dikumpulkan
selama masa pertapaan Ida dan Hyang Dewi Anjani dari pertapaan di Gunung
Pengsong sampai puncak Gunung Rinjani.
Hasil penunggalan /pemurtian sinar suci ini kemudian
menyebabkan Ida Hyang Betari Dewi Anjani bergelar IDA HYANG BETARI AMBUN JAGAT.
Gelar ini mencerminkan bahwa Ida Hyang Betari Dewi Anjani adalah pengayom dan
pelindung jagat Lombok dan sekitarnya. Sehingga sampai saat ini yang diyakini
berstana dan merupakan betara lingsir puncak Gunung Rinjani Lombok adalah Ida
Hyang Betari Dewi Anjani. Sepeninggal Ida Maharsi Markandeya, suatu saat
ratusan tahun kemudian atas petunjuk spiritual yang diberikan oleh Ida Maharsi
Markandeya, datanglah murid spiritual beliau yaitu Ida Hyang Mpu Siddhimantra
bertapa di puncak Gunung Rinjani untuk melanjutkan tugas Ida Maharsi
Markandeya. Jadi di atas puncak Gunung Rinjani secara garis besar terdapat tiga
Ida Betara Lingsir yang menjadi pengayom dan penjaga kesucian Gunung Rinjani
yaitu : Ida Hyang Lingsir Maharsi Sukma Jati yang merupakan penunggalan dari
Ida Maharsi Markandeya, Ida Hyang Betari Lingsir Ambun Jagat yang merupakan
penunggalan dari Ida Hyang Betari Dewi Anjani dan Ida Hyang Mpu Siddhimantra
sebagai pelaksana teknis dari Gunung Rinjani.
Setelah menyelesaikan penandaan dan pembangkitan
sinar-sinar suci di pulau Lombok kemudian Ida Hyang Maharsi Markandeya
berdasarkan petunjuk yang didapat di puncak Gunung Rinjani kemudian melanjutkan
perjalanan ke puncak Gunung Tambora. Berdasarkan petunjuk yang didapat dari
puncak Gunung Rinjani, meskipun Gunung Tambora tidak berbatasan langsung dengan
pulau Bali, akan tetapi jika tidak ditandai dan dibangkitkan sinar sucinya maka
Gunung tersebut suatu saat akan bisa menghancurkan pulau Bali, ini terbukti
dengan terjadinya letusan paling dasyat di muka bumi ini yaitu pada tahun 1881
dimana efeknya ikut meluluhlantakan kehidupan di Bali.
Singkat cerita Ida Maharsi Markandeya sampai ke puncak
Gunung Tambora, disini beliau bertemu dengan seorang wanita yang nantinya akan
menjadi istri beliau di puncak Gunung Tambora beliau bernama Ida Hyang Betari
Ibu Dewi Wulan. Ida Hyang Betari Ibu Dewi Wulan sepeninggal Ida Maharsi
Markandeya dari puncak Gunung Tambora, kelak kemudian hari juga dikenal dengan
nama Ida Hyang Betari Bhujangga Suci. Atas tugas dari alam semesta untuk
melindungi Gunung Tambora, sehingga ditempat ini Ida Maharsi Markandeya menanam
pancer berupa manik-manik yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan Gunung
Tambora. Atas tugas inilah alam semesta memberi gelar Ida Betara Lingsir Pancer
Manik Tunggul kepada Ida Maharsi Markandeya sebagai Betara Lingsir Puncak
Gunung Tambora.
Sama seperti Ida Hyang Mpu Siddimantra yang
dipanggil oleh Guru Niskala Ida yaitu Ida Hyang Maharsi Markandeya untuk
melanjutkan menjaga kesucian puncak-puncak di tanah Lombok maka sama seperti
halnya Ida Hyang Maharsi Madura. Ida Maharsi Madura dipanggil ratusan tahun
berikutnya ke tanah Lombok untuk melanjutkan tugas Maharsi Markandeya untuk
menjaga kesucian pulau Lombok. Akan tetapi, Ida Maharsi Madura dalam kapasitas
sebagai Ida Rsi Dalem Segara, hanya ditugaskan untuk menjaga kesucian laut
Lombok. Titik yang dipilih oleh Ida Rsi Madura dalam mendoakan dan menjaga
kesucian laut-laut di pulau Lombok, pada jaman sekarang ini dikenal dengan Pura
Batu Bolong. Setelah jaman Ida Maharsi Markandeya, Ida Mpu Siddimantra dan Ida
Maharsi Madura barulah ratusan berikutnya datang Ida Peranda Sakti Wawu Rauh
atau yang nantinya di Lombok dikenal dengan Tuan Semeru. Ida Peranda Sakti
tidak dapat napak puncak-puncak di Lombok, akan tetapi beliau napak di puncak
Gunung Tambora. Disinilah beliau mendapat julukan Tuan Semeru. Mudah-mudahan
dengan cerita di atas dapat membuka wawasan berpikir saudara-saudara di Bali
akan jejak perjalanan para pendeta ditanah Lombok beserta dengan titik-titik
napak tilasnya.
D. Tempat
Suci Peninggalan Rsi Markandeya
1. Pura
Besakih
Pura Basukian di kaki Gunung Agung (Gunung
Tolangkir), tepatnya di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.
Semula lokasi pura ini merupakan tempat yajnya tempat Rsi Markandeya menanam
kendi yang berisi Pancadatu, lima jenis logam mulia. Seperti perunggu, emas,
perak, tembaga, dan besi. Tujuannya supaya Maharsi beserta pengikutnya mendapat
keselamatan. Hingga sekarang komplek pura Basukian dikenal dengan nama Besakih.
2. Pura
Pucak Cabang Dahat.
Tempat suci
ini berlokasi di Desa Puwakan, Taro, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar.
Pura ini dibangun sebagai tanda pertama kali Maharsi beserta pengikutnya
melakukan perabasan hutan setelah menggelar yajnya di kaki Gunung Agung.
Setelah sukses merabas hutan, Maharsi Markandeya kemudian membagi-bagikan lahan
kepada pengikutnya guna dijadikan pemukiman dan areal pertanian.
3. Pura
Gunung Raung
Pura ini sebagai tempat panyawangan (perwakilan)
Gunung Raung yang terdapat di Desa Sugih Waras, Kecamatan Glanmore, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur. Sebab dari tempat itulah pertama kali sang Rohaniwan mendapat
wangsit sebelum datang ke Bali.
4. Pura
Pucak Payogan di Desa Payogan dan Pura Gunung Lebah di Campuhan, Ubud,
Kabupaten Gianyar.
E. Sebagai tonggak leluhur Brahmana Waisnawa
Jejak Perjalanan Maha Rsi Markhandeya Perjalanan maharsi
markhandeya di tanah bali dimulai dari :
1. Pura Rambut Siwi Lokasi Pertapaan Beliau ada di tebing
depan pura melanting Tempat ida rsi membuat benteng/perlindungan bali terutama
dalam Menyeleksi orang-orang yang hendak masuk ke bali (dari jawa).
2. Pura Tledu Nginyah Tempat Ida Maha Rsi bertapa dan membuat
pesraman yang pertama. Beliau mampir ke tempat ini karena tempat ini mirip
sekali dengan pertapaan beliau di Gunung Raung Jawa yaitu Gumuk Kancil. Oleh
karena itu tempat ini dikenal dengan Gumuk Kancil Bali. Ditempat ini beliau
bertapa untuk memohon petunjuk ke arah mana beliau harus melanjutkan perjalanan
supaya bisa menemukan pusat sinar di bali yang beliau lihat dari gunung raung
jawa. Slama bertapa disini beliau juga membentuk pesraman untuk melatih dan
meningkatkan kemampuan dari pengikut2 beliau yang akan diajak ngatur ayah di
bali. Dari hasil bertapa disini kemudian beliau mendapat petunjuk untuk
menyusuri aliran sungai sampai ke hulu dan ketemu suatu tempat yang tinggi
(bukit). Bukit yang tinggi inilah yang kemudian hari dikenal dengan Gunung
Bhujangga ( Puncak Sepang Bujak).
3. Gunung Bhujangga (Puncak Sepang Bujak) Di tempat inilah
ida Maharsi Markhandeya bertapa supaya bisa menemukan pusat sinar di Bali yang
beliu lihat dari Gunung Raung Jawa. Setelah bertapa sekian lama di Gunung
Bhujangga barulah beliau mendapatkan petunjuk yang pasti ke arah mana beliau
harus berjalan untuk dapat menemukan Pusat Sinar Suci di Bali. Jadi di gunung
bhujangga inilah pertama kali beliau bisa melihat gambaran pulau bali seutuhnya
melalui penglihatan mata batin. Oleh karena di tempat ini beliau pertama kali
melihat bali seutuhnya maka tempat ini pulalah yang beliu pilih untuk melihat
bali untuk terakhir kalinya dalam hidup beliau. Dengan kata lain, Puncak Gunung
Bhujangga merupakan tempat Ida Maha Rsi Markhandeya Moksa. Beliau Moksa di atas
Batu Hitam yang sampai saat sekarang ini masih ada di Puncak Gunung Bhujangga.
4. Dari Gunung
Bhujangga banyak tempat yang beliau singgahi hingga beliau sampai di Gunung
Agung. Tempat-tempat tersebut, antara lain : Puncak Manik Pulaki, disini
berstana Ida Ratu Niang Bhujangga Suci dan Ida Ratu Niang Rsi Bhujangga Sakti.
Ida Ratu Niang Bhujangga Suci ini lah yang mengajarkan tentang perdagangan di
bali. Dan Beliau inilah guru dari Ratu Ayu Mas Melanting. Beliau ini juga yang
memiliki Kendi Uang yang ada di Melanting yang pada prakteknya akan disebarkan
ol Ratu Ayu Mas Melanting kpd para pedangan di bali. Ida Rt Niang Rsi Bhu
jangga sakti, merupakan orang yang mengajarkan tentang pembuatan Baju dari
kraras (daun pisang). Beliau berdua juga yang meletakkan Pondasi pembuatan
banten di bali. Pura Penegil Dharma, pura ini disinggahi ida rsi pada putaran
kedua per jalanan beliau mengelilingi bali. Di tempat ini ida rsi, diminta
tinggal ol seorang anak keturunan bangsawan untuk mengajarkan tentang penget
uan agama dan pengetahuan kehidupan. Dari tempat inilah cikal bakal ke rajaan
pertama yang ada di Bali. #Pura Ponjok Batu, disini beliau hanya singgah
sebentar. Perjalanan ida di tempat ini kemudian akan dikembangkan lebih lanjut
oleh ida rsi Madura. Masih banyak tempat-tempat yang dikunjungi beliau dalam
perjalanan Menuju Besakih yang kelak kemudian hari akan menjadi Pura-Pura Jagat
di Bali
5. Gunung Agung (Pura Besakih) Di tempat ini maharsi
markhandeya melakukan pertapaan untuk nindaklanjuti petunjuk yang beliau
dapatkan di Gunung Raung Jawa tentang bagaimana membuka alam bali supaya dapat
dibentuk dan di diami oleh manusia. hasil pertapaan beliau yang pertama beliau
menda pat petunjuk untuk menanam panca datu di lereng gunung agung yang
sekarang menjadi tempat pura pengubengan. Di tempat ini beliau pertam a kali
melakukan perabasan hutan dan kemudian menanam panca datu. akan tetapi setelah
hutan di rabas dan beliau menanam panca datu, yang terjadi adalah para pengikut
beliau banyak yang sakit bahkan hingga me ninggal dunia. oleh karena itu beliau
bertapa lagi dan mendapat petunjuk bahwa tempat yang beliau pilih untuk menanam
panca datu salah.
Kemu dian beliau bertapa kembali untuk memohon dimana tempat yang tepat untuk
menanam panca datu. akhirnya beliau mendapat petunjuk bahwa tempat itu ada di
kaki gunung Agung yang nantinya di kenal dengan pura Basukihan. Akan tetapi
karena proses penanaman panca datu ini memerlu kan banyak orang serta bahan2
yang utama. Maka sebelum menanam panca datu ini beliau memutuskan kembali
pulang ke jawa untuk memper siapkan segala keperluan yang akan di pake untuk
prosesi penanaman panca datu. Setelah segala keperluan yang dibutuhkan untuk prosesi
pe nanaman panca datu ini selesai maka beliau kemudian kembali ke bali. akan
tetapi sesampainya beliau dibali, beliau tidak langsung menanam panca datu,
melainkan beliau mengundang dulu semua pendeta-pendeta yang beliau temui dan
kenal dalam perjalanan beliau dari India sampai ke bali. Para undangan dari
berbagai daerah dan negara ini kemudian beliau buatkan tempat-tempat
peristrirahatan yang sekarang ini dikenal dengan pura-pura penyangga pura
besakih seperti : pura batu madeg, kiduling kreteg, ulun kulkul, pura gelap,
pura kongco dll. Pura-pura ini disamping sebagai tempat peristirahatan,
lokasi-lokasi pura ini juga merupakan temp at menaruh segala kelengkapan
prosesi penanaman panca datu di pura Basukihan.
Setelah semua undangan dan kelengkapan siap, barulah prosesi penanaman panca
datu dilakukan di lokasi pura Basukihan Sekarang.
6. Pura Basukihan Pura ini merupakan tempat ida maharsi
markhandeya menanam panca batu yang berfungsi untuk membuka pertiwi tanah bali
supaya bali bisa ditempat manusia. Penanaman panca datu pada waktu tersebut
dilakuka n oleh ida rsi dengan didoakan oleh semua pendeta yang diundang untuk
hadir ol ida dan disaksikan oleh seluruh penduduk bali pada waktu itu. Pura
Basukihan inilah sebenarnya merupakan cikal bakal pura besakih yg sekarang,
dengan kata lain pura basukihan inilah pura Besakih itu sendiri.
7. Pura Besakih Pura Besakih terdiri dari 7 mandala utama.
Penataran Agung ada di man dala ke-2. Pelinggih Kongco ada di Mandala ke-4.
Lokasi pesraman agung besakih yang merupakan pesraman ida maharsi markhandeya
berada di mandala ke-3, 4, 5. Makanya di mandala ke-5 ada pelinggih meru tumpa
ng tiga yang merupakan tempat duduk ida maharsi markhandeya pada waktu
memberikan tuntunan kepada para murid beliau di pesraman besa kih. Akan tetapi
tempat pertapaan ida maharsi markhandeya berada di Mandala ke-7 yang merupakan
mandala tertertinggi di Pura Besakih. Di mandala ini tidak terdapat pelinggih
apapun cuma tanah. Pada waktu itu jikalau ida rsi selesai bertapa di puncak
gunung agung maka beliau kemud ian akan turun ke pesraman besakih. akan tetapi
sebelum beliau memberi kan tuntunan kepada para murid beliau, biasanya beliau
bersemedi dulu sebentar di mandala ke-7 ini untuk meresapi petunjuk-petunjuk
yang be liau dapat pada waktu bertapa di puncak gunung agung.
8. Pura Puncak Sabang
Daat (Puakan) Setelah ida selesai menanam panca datu di besakih serta telah
merasa cukup pembekalan yang beliau berikan kepada para murid ida atau
pengikut2 ida lewat Pesraman
besakih.
Kemudian beliau memulai per jalanan beliau untuk benar-benar membuka pulau
bali. Dimana sebe lum ida bisa membuka bali secara menyeluruh untuk bisa
ditempati oleh para pengikut beliau maka beliau kemudian bertapa di suatu tem
pat yang sekarang ini dikenal dengan Puakan. Jadi di tempat inilah Ida maharsi
markhandeya ngeruak (mulai membuka hutan bali) tanah Bali supaya bisa ditempati
dan berhasil membuka hutan bali unt uk di pake sawah, kebun, rumah dll. Setelah
selesai bertapa kemudian beliau membuat pesraman agung yang mana tempatnya
sekarang diken al dengan nama Pura Gunung Raung Bali.
9. Pura Gunung Raung (Bali) Di tempat ini Ida maharsi
markhandeya mengada kan rapat dengan para pengikutnya terutama untuk
menindaklanjuti proses pembukaan tanah bali secara menyeluruh. Di tempat ini
pula beliau mulai mengklasifikasikan para pengikut beliau sesuai dengan
keahlian masing-masing. Pemecahan pengikut sesuai dengan keahlian inilah yang
kelak kemudian hari di bali dikenal dengan sebutan para bhujangga, pasek ,
pande, dukuh dll. Dan inilah yang menjadi cikal bakal orang bali mule (bali
aga). Sehingga dengan ini bagi siapapun dijagat bali kehilangan kawitan maka
mereka bisa tangkil ke Pura Gunung Raung dan Puncak Sabang Daat, karena di
tempat inilah pertama kali ida maharsi markhandeya mengklasifikasikan para peng
ikut beliau (orang bali mule/bali aga) menjadi klan-klan yang di bali sekarang
terkenal dengan bhujangga, pasek, pande, dukuh. Setelah semua persiapan cukup
maka para pengikut beliau di pecah dan disebar ke seluruh wilayah bali
disesuaikan dengan keahlian. Tempat-tempat yang menjadi pemukiman orang bali
mula ini biasany Dekat dengan daerah pegunungan dan dekat dengan sumber mata
air. Maka berkembanglam peradaban manusia di bali. Dimulai dari Batur,
Tamblingan, beratan, buyan dll.
10. Pura-Pura di seputaran Payangan dan Ubud Setelah selesai
mengajarkan cara bercocok tanam, cara hidup berso Sialisasi, cara bertahan
hidup dll kemudian ida maharsi makhandeya Melanjutkan perjalanan ida di
seputaran daerah yang sekarang di Kenal dengan payangan, ubud dan seputarannya.
Diseputaran tempat Ini beliau membuat pura-pura berikut ini :
Pura Campuhan Ubud, Pura Dalem Pingit, Pura Puncak Payogan,
Pura Dalem Suargan, Pura Murwa Bumi, Pura Gunung Lebah
11. Pura-Pura di seputaran Batur Setelah memecah
pengikut-pengikut beliau ke seluruh pelosok wil Ayah bali kemudian ida maharsi
markhandeya melanjutkan perjalan An ida ke daerah batur. Jejak langkah maharsi
markhandia di batur Dapat ditemukan di pura-pura Berikut ini : Pura Dalem Balingkang Di Komplek pura dalem
balingkang ini terdapat salah satu pura Yang bernama pura bhujangga. Sementara
di pura penataran Agung dalem balingkang meskipun tidak ada pelinggih bhujangga
Akan tetapi yang berstana disana adalah ratu gede bhujangga lingsir. Pura Ulun
Danu Songan (Padma tiga) Di pura ini meskipun tidak terdapat tulisan pura atau
pelinggih ida Bhujangga akan tetapi dari bentuk bangunan yaitu padma tiga seba
Gai simbol pemujaan tri murti yang diajarkan oleh ida maharsi mar Kandia dibali
maka pura ini merupakan salah satu peninggalan ida Rsi. Pura Air Hawang (Dibawah Puncah Gunung Abang)
Sebagaimana yang tercantum dalam lontar batur kelawasan petak Dinyatakan bahwa
silsilah bhujangga di bali dimulai dari batur. Te Patnya di gunung abang sebagai
stana Hyang Sunia Tawang. Akan Tetapi sangat ironi sekali karena hampir
sebagian besar warga bhu Jangga di bali tidak tahu akan pura ini. Pada saat
letusan gunug ba Tur yang kesekian, pura ini terkena dampaknya sehingga
kemudian Para semeton bhujangga yang ada ditempat ini kemudian mengung Si ke atas
(kalanganyar). Karena lama tidak bisa kembali ke bawah Maka mereka membuat
pengayatan ke pura air hawang dan gunung Abang, dimana pura ini yang sekarang
terkenal dengan nama pura Tuluk Biyu. Pura Tuluk Biyu Batur Sebagaimana telah
diceritakan di atas, pura ini dibuat sebagai pemu Jaan betara di gunung abang.
Di dalam pura ini terdapat pelinggih Yang sangat dipingitkan oleh para
pengempon pura yaitu berupa 2 buah Meru tumpang tiga yang merupakan stana dari
ida ratu Bhujangga sakti dan ida ratu bhujangga luwih. Pura Jati Pura Jati batur merupakan pura yang
paling disakralkan oleh masya Rakat batur. Bahkan ada kepercayaan tidak
tertulis yang menyata Kan bahwa tirta pura jati merupakan tirta tersuci di
dunia. Di pura Ini di puja pelinggih utama berupa meru tumpang tiga yang merupa
Kan stana dari ida ratu bhujangga sakti. Dalam beberapa lontar di nyatakan
bahwa ida yang berstana di pura ini adalah ida rsi sunia hening yang merupakan
orang tua dari mpu kuturan dan mpu bera dah (untuk cerita mpu kuturan dan mpu beradah
sebagai rsi bhujang ga akan penulis ceritakan di lain kesempatan). Pura
Tampurhyang Jikalau kita naik ke gunung batur atau kita melihat gunung batur dr
Jalan raya kintamani atau jalan raya batur-singaraja maka di sekian Ratus
hektar hamparan bebatuan hitam bekas larva gunung batur Yang berada di kaki
gunung batur dan sekitarnya kita akan melihat Keajaiban dimana diantara sekian
ribu hektar hamparan hitam Kita akan melihat sekitar 500 m2 hutan hijau. Tempat
inilah yg Disebut dengan tampurhyang yang merupakan lokasi pura batur Yang
pertama. Dari 26 kali letusan gunung batur, sekalipun tem Pat ini tidak pernah
kena larva (sungguh suatu keajaiban). Padahal Tempat ini tepat berada di barat
laut kaki gunung batur. Ditempat Ini tidak ada pura akan tetapi inilah titik
pusat Waisnawa di batur. Setelah gunung batur meletus yg kesekian kali,
akhirnya para Penduduk desa batur kuno mengungsi ke atas. Karena desa mereka
Yang lama tidak bisa ditempati lagi akhirnya mereka membuat per Mukiman yang
baru yang sekarang ini dikenal dengan lokasi pura Batur yang baru yaitu di
kalanganyar.
Puru Ulun Danu Batur (kalanganyar) Pura
ini terletak di pinggir jalan raya Bangli-Singaraja. Lokasi pura Ini
bersebelahan dengan Pura Tuluk Biyu Batur. Di tempat ini di Puja ida sesuhunan
hyang betari sakti dewi danu. Pura ini terbagi Menjadi beberapa kompleks pura,
dimana di sebelah kanan (selatan ) penatara utama terdapat kompleks pura yang
mana salah satu pe Linggih utamanya adalah meru tumpang tiga sebagai stana ida
ratu Bhujangga Sakti. # Pura Bukit Mentik Pura Bukit Mentik merupakan salah
satu pura yang catur loka pala Gunung batur dan danu batur. Di tempat ini
dipuja ida ratu ayu Sembah suhun. Di Natar utama pura ini, di bagian gunung
rata yg Paling tinggi terdapat komplek pura, yang mana pelinggih utama Nya
berupa meru tumpang tiga sebagai stana ida Sanghyang Bhujangga Sakti. Pura
pucak penulisan/ Pucak Panarajon Pura ini merupakan pura pemujaan raja-raja
waisnawa di bali. Di Pura ini terdapat komplek pura yang dinamakan pura Bhujangga
Pura Puncak Bukit Indrakila di pura ini
terdapat 2 meru tumpang dua berhadap-hadapan dimana disana tertulis nama
pelinggih dalam aksara bali yang jika diterjemah kan menjadi Pelinggih
Bhujangga. Akan tetapi begitu ditanya kepada para pemangku disana mereka bilang
mereka tidak tahu siapa yang berstana disana. Sangat ironi sekali. bagaimana
jika suatu saat plang nama pelinggih ini tintanya kabur. Maka akan kabur lagi
jejak perjalanan ida betara rsi yang sekaligus akan menambah daftar beban para
saudara bhujangga yang ada kaitan dengan pura ini. mudah2an setelah membaca
tulisan ini ada saudara yang terketuk untuk hadir disana. Pura Puncak Bukit Sinunggal pura bukit
sinunggal adalah pura stana Ida Betara Rsi Manik Asta Gina. Beliau adalah satu
rsi bhujangga yang berbuat di bali. Beliau bertugas memegang Cupu Manik Asta
Gina. Dengan kata lain beliau bertugas memegang harta berana jagat. Disinilah
sepatutnya para keluarga bhujangga memohon / berdoa supaya diberi kelancaran
dan kemudahan dalam mencari rejeki di bali. SEJARAH PURA RAMBUT SIWI Cerita ini
dimulai ketika ida maharsi markandia bertapa di gunung raung jawa. Pada waktu
beliau bertapa digunung raung jawa, beliau melihat sinar suci yang berasal dari
suatu daerah (yang nantinya dikenal dengan bali). Singkat cerita, sesuai dengan
petunjuk maka kemudian beliau menelusuri ke tempat sinar itu muncul. Kemudian
berangkatlah beliau menuju ke bali. Perjalanan pertama beliau dari jawa menuju
bali adalah masuk lewat pantai (yang sekarang menjadi lokasi pura rambut siwi).
Sesampainya ditempat ini kemudian beliau beristirahat beberapa hari sambil
beliau mencari petunjuk kearah mana beliau harus berjalan. Selama beristirahat
di tempat ini, beliau senang duduk di sebuah tebing yang agak menjorok ke laut.
Kenapa beliau senang duduk di tempat ini karena dari tempat ini beliau bisa
mengamati keseluruhan hamparan pesisir pantai barat bali. Dari tempat ini akan
bisa dilihat jika ada perahu atau orang yang mau masuk ke bali lewat pantai
bali barat. Selama bertapa beberapa pekan di lokasi tebing ini (posisi tebing
ini sekarang ada di tebing depan pura melanting yang ada dikomplek pura rambut
siwi), beliau mendapat petunjuk dari sanghyang jagatnata (alam semesta) tentang
pulau bali. Isi petunjuknya adalah pulau bali merupakan pulau yang sangat suci
tempat stana para dewa-dewi, hal inilah yang menyebabkan pulau ini susah bisa
dimasuki/didiami oleh manusia, oleh karena ida maharsi markhandia telah
diundang sebagai orang pertama yang diijinkan masuk kebali untuk menata pulau bali,
maka untuk melindungi pulau bali dari orang-orang yang mencoba mengikuti
perjalanan ida maharsi markandia, maka sanghyang jagatnata(alam semesta)
menitahkan ida rsi untuk membuat pelindung/benteng dipantai bali barat sehingga
hanya orang-orang yang mendapatkan izin dari alam bali saja yang akan bisa
masuk ke bali. Kemudian ida rsi bertapa di tebing ini memuja dewa wisnu dan
dewa baruna yang menguasai lautan.
Karena ketulusan dan ketekunan tapa beliau akhirnya doa ida rsi markandea dikabulkan
oleh para dewa yang berstana dilautan. Sekonyong-konyong, disepanjang tengah
laut barat bali kemudian muncul jaring-jaring seperti jaring net untuk bola
voli yang bersinar seperti nyala lidah api. Jaring-jaring ini terbuat dari
rumput laut (dibali dikenal dengan bulung rambut) yang dijalin/dirangkai
seperti jaring. Jaring ini berfungsi sebagai filter untuk orang yang akan masuk
ke bali. Jika orang pantas masuk ke bali maka jaring net ini akan turun ke laut
sehingga orang bisa masuk ke bali. Jika orang tidak pantas masuk ke bali maka
jaring ini akan naik ke atas sehingga akan terjadi fenomena dilautan sehingga
orang/perahu yang mencoba masuk tidak akan bisa menyeberang. Fenomena inilah
yang kemudian membuat ida rsi markhandia menamakan tempat ini sebagai Rambut
Siwi yang artinya jalinan/untaian rumput laut yang berbentuk seperti rambut.
Karena kekuatan tapa dalam melindungi laut barat bali inilah maka ida maharsi
markandia kemudian diberi gelar Sanghyang Baruna Gni. Dan laut dipantai bali
barat diberikan nama Dalem Segara Gni. Saya bercerita ini bukanlah suatu
karangan akan tetapi kisah nyata. Jika ada cerita tentang perjalanan ida
peranda sakti wawu rauh terkait dengan rambut siwi, itu tidak lebih seperti
orang jaman sekarang yang melakukan tirta yatra ke suatu pura. Dan sesuai
dengan babad dwijendra tattwa yang mengisahkan perjalanan peranda sakti wawu
rauh, di dalam babad itu jelas diceritakan bahwa ketika peranda sakti wawu rauh
sampai ke lokasi pura rambut siwi sekarang, saat itu sudah ada pura disana
itulah pura peninggalan ida maharsi markhandia. Mudah-mudahan dengan cerita ini
para semeton warga bhujangga waisnawa tidak akan lewat begitu saja ketika
melewati pura rambut siwi. PURA TLEDU NGINYAH Setelah selesai dengan tugasnya
untuk membentengi/ membuat perlindungan di pintu masuk bali barat (sepanjangan
pantai bali barat) di pura rambut siwi, kemudian ida rsi markhandia melanjutkan
perjalanan kea rah timur.
Singkat cerita sampailah beliau kesuatu tempat yang strukur geografis tempatnya
sangat mirip dengan lokasi pertapaan beliau di gunung raung jawa yang sekarang
ini dikenal dengan Gumuk Kancil (gunung Kecil). Tempat ini zaman sekarang
dikenal dengan Gumbrih. Tempat yang mirip dengan gumuk kancil jawa itu sekarang
dikenal dengan tledu nginyah. Tledu nginyah adalah suatu tempat dengan struktur
tanah yang seperti bukit kecil dimana ditempat ini pada zaman dahulu banyak
didiami oleh hewan kalajengking (tledu). Sesampainya diitempat ini ida maharsi
markhandia teringat dengan tempat pertapaan beliau dijawa, sehingga kemudian
ida beristirahat dan bertapa dipuncak bukit kecil ini untuk memohon petunjuk
kemana beliau harus melanjutkan perjalanan. Selama berdiam ditempat ini ida
maharsi markhandia mengambil seorang istri yang nantinya akan dikenal dengan I
ratu niang bhujangga ratih / ida ratu niang bhujangga sakti yang berstana di
pura beji pinggir sungai. Dari istrinya ini beliau memiliki 2 anak perempuan.
Wanita yang lebih tua nanti akan dikenal dengan ida rsi kania widya padmi yang
berstana di pura bhujangga sakti, bunut bolong. Anak yang bungsu dikenal dengan
Ratu Ayu Pasupati yang berstana dipura segara (yang sementara ini dikenal
dengan pura tledu nginyah yang berlokasi di pinggir laut). Selama tinggal di
tledu nginyah ini, ida maharsi markhandia membangun sebuah pesraman dimana
lokasi pesraman di bagi menjadi 2 tempat. Tempat yang pertama adalah di lokasi
pura segara yang ada dipinggir pantai yang dinamakan dengan pesraman agung.
Fungsi tempat ini adalah sebagai tempat penyeleksian awal bagi orang-orang yang
mau menjadi murid ida rsi. Di tempat ini beliau mengajarkan tentang ilmu agama,
ilmu kanuragan serta ilmu-ilmu kesaktian lainnya. Jika murid-murid bisa lulus
menuntut ilmu dari pesraman agung ini maka kemudian para murid yang lulus ini
akan dikirim ke tempat pesraman berikutnya yaitu yang disebut dengan pesraman
tledu nginyah. Untuk bisa menjangkau tempat ini maka para murid yang telah
lulus akan disuruh berjalan menelusuri pinggiran sungai, sampai akhirnya sampai
dilokasi batu besar yang ada lobang seperti ketu. Tempat ini sekarang dikenal
dengan beji pura tledu nginyah. Sebelum para murid menghadap ida rsi markhandia
di peyogan tledu nginyah maka sesampainya dilokasi beji ini para murid terlebih
dahulu akan membersihkan diri/melukat. Setelah bersih barulah beliau menghadap
ke ida rsi di peyogan tledu nginyah. Peyogan tledu nginyah ini merupakan tempat
ida rsi markhandia menyempurnakan pelajaran dan sekaligus memberikan cap
kelulusan kepada para murid-murid beliau di seputaran daerah yang sekarang
dikenal dengan jembrana. Di tempat ini juga beliau pada perjalanan kedua beliau
kebali, dipakai sebagai tempat rapat/ bertemu dengan para pendeta yang sudah
beliau sebar pada waktu perjalanan pertama ke bali. Setelah sekian lama tinggal
di tledu nginyah ida rsi markhandea belum mendapat petunjuk yang jelas mau ke
arah mana beliau akan meneruskan perjalanan.
Selama di tledu nginyah beliau hanya mendapatkan petunjuk yang isinya seperti
berikut : Jika kamu ingin melihat daerah bali dengan lebih jelas maka naiklah
kamu ke puncak bukit yang ada di hulu sungai di bawah ini. Dengan mengikuti
petunjuk ini maka kemudian ida maharsi markhandia melanjutkan perjalanan
menyusuri pinggiran sungai sampai ke hulu. Sesampainya dihulu sungai kemudian
beliau melihat sebuah bukit. Bukit inilah yang jaman sekarang dikenal dengan
Gunung Bhujangga yang terletak diperbatasan antara Negara dan buleleng,
tepatnya di daerah sepang buleleng. Di tempat inilah kemudian ida rsi
markhandia bersemedi. Dari hasil semedi beliau ditempat ini, barulah ida bisa
melihat gambaran pulau bali secara keseluruhan lewat alam niskala. Dari tempat
inilah ida maharsi bisa melihat lokasi munculnya sinar besar yang mengundang
beliau datang kebali. Dimana lokasi sinar itu adalah taro.
Jadi gunung bhujangga inilah sebenarnya yang merupakan tempat paling awal ida
rsi markhandia memulai perjalanan beliau membuka pulau bali. Karena di gunung
bhujangga ini beliau mengawali pembukaan pulau bali maka di tempat ini pulalah
beliau berpulang ke alam sana atau moksa. Jadi gunung bhujangga merupakan
pertemuan tempat awal dan akhir kehidupan ida maharsi markhandia di Bali.
SUMBER : GURU MADE DWIJENDRASULASTRA