Pada zaman dahulu kaum pande diangap/digolongkan
sebagai masyarakat tersendiri yang memiliki kemampuan khusus sehinga banyak yang bergelar
empu. Zaman dahulu hanya warga pande yang bisa membuat alat/barang dari logam
sehinga keberadaan warga pande sezaman dengan mulainya zaman logam. Kapan zaman
logam itu ada pada saat itulah ada kaum pande.
A.
Warga
Pande Di Bali
Kedatangan para pande di Bali seiring kedatangan
para penguasa yang datang dari seberang/luar pulau Bali. Sejarah menyatakan
bahwa pada abad-abad VII-VIII M di Bali dikuasai oleh raja-raja dari dinasti
Sanjaya dari kerajaan Mataram (Jawa Tengah). Tetapi jauh sebelum itu
pengingalan-peningalan arkeologi membuktikan di pulau Bali dihuni oleh para
pande yang hidup dalam masyarakat pada zaman itu (zaman Bali mula).
Pada zaman prasejarah di Bali masyarakat mengeal
peti dari batu yang bernama sarkopagus yang digunakan untuk menyimpan mayat
orang yang semasa hidupnya yang sangat berpengaruh. Ini membuktikan bahwa
alat-alat yang dipakai untuk membuat sarkopagus tersebut adalah buatan para
pande yang telah menghuni pulau bali pada zaman prasejarah yaitu pada zaman pra
Hindu.
Sekitar awal abad VI Masehi telah datang ke Bali Rsi
Markandea penyebar agama Hindu yang membawa sejumalah pekerja. Beliau juga
membawa warga pande dari Jawa. Para warga pande yang dibawa oleh Rsi Markandeya
kemudian bermukim disekirtar daerah Desa Taro. Sekitar Danau Batur, Danau
Tamblingan dan Besakih ( zaman Bali Age). Kemudian pada abad VI Masehi datang
lagi ke Bali salah seorang agama Hindu
bernama Sri Agni Jaya Sakti salah seorang pengikut Sang Aji Saka. Beliau
beraliran Brahmana dan kedatangannya ke Bali bersama-sama pendeta Siwa dan
Budha.
Ajaran agama Hindu yang diajarkan oleh Sri Angi Jaya
Sakti mengajarkan agama kepada masyarakat sekitar adalah agama Hindu yang
beraliran Brahmana. Ajaran – ajaran beliau antara lain terntang:
a) Prihal
membuat senjata yaitu tombak keris dan mantram-mantramnya
b) Prihal
memilih baik buruknya senjata tombak dam keris yang disebut ”carcaning keris”.
c) Prihal
pakaian perang serta mantram-mantramnya serta tulisan-tulisan yang diangap
bertuah.
d) Prihal
siasat perang.
Dari keempat ajaran tersebut diatas yang dibawa Sri
Angi Jaya Sakti . ajaran pertama dan ke dua sangat berkaiatan dengan
keahlian/propesi pande. Hanya pande yang memiliki mantram dalam pembuatan
senjata dan hanya pande yang mengerti dan menghayati carcaning keris. Ajaran
ketiga dan keempat sangat terkait dengan ajaran pertama dan kedua dimana
dihendaki peningkatan persepsi tentang cara mempermainkan perang sebagai
seorang prajurit atau pengatur siasat perang dari seorang pande. Tidak salah
cerita orang terdahulu bahwa warga pande selau berada dimuka sebagai pemuka
dalam peperangan karena dia tahu siasat menghayati arti pusaka degan segala
isinya (pasupatii).`
B.
Pande Bang
Pada zaman ini para pande yang datangnya bersama Sri
Kesari Warmadewa berasal dari Indonesia berdiam berkelompok di empat tempat.
Yaitu:
kelompok
pande yang berdiam di daerah Besakih dan sekitarnya.
kelompok
pande yang berdiam disekitar daerah Renon (badung) dan sekitarnya.
kelompok
pande yang mendiami pingiran Danau Tamblingan.
kelompok pande yang tingal dipejeng.
Kelompok
pande yang inggal di Tabanan
Terpecahnya warga pande yang bermukim di Danau tamblingan karena pada saat itu Raja
Sri Tapolung yang bergelar ”Bhatara Cri Asta Asura Ratna Bumi Banten”
menyatakan dirinya tidak lagi tunduk kepada kekuasaan Raja Jawa ( Majapahit ).
Sehingga raja majapahit menghukum atas sikapnya, Raja Majapahit Sri Hayam Wuruk
mengirim pasukan untuk menyerang Bali. Sasaran utamanya adalah warga Pande yang
ada di Danau Tamblingan karena diangap senjata-senjata penguasa Sri Tapolung
berada di daerah ini. Penduduk lainnya yang berada dipingiran Danau Tamblingan
ikut melahirkan diri dan kebanyakan dari mereka menyembuyikan diri ke hutan
sebelah barat danau (daerah Gobleg)
Penguasa Bali kemudian setelah Sri Tapolung yaitu
Dalem Semara Kepakisan (Dalem Ketut Ngulesir) yang memerintah Bali dari
istananya di Gelgel merasa perlu untuk memanggil kembali para pande yang telah
lari meningalkan danau Tamblingan agar kembali ke asalnya.
Demikianlah keadaan dari keempat kelompok pande Bang
pada zaman Sri Kesari Warmadewa sampai zaman Pejeng. Keempat kelompok yang
mengikuti Sri Kesari Warmadewa tersebut dinamakan pande bang termasuk didalam
Pande Bangke Maong, alias Pande Tamblingan. Ada dolemik dalam masyarakat Bali
setelah kehancuran kerajaan pejeng tentang nama Pande Bangke Maong.
Julukan ini diberikan kepada kelompok pande yang kalah perang bahwa mereka mati
nantinya mayatnya akan menjadi maong.
Demikian bencinya para penguasa baru kepada para
pande sehinga nama Pande Bangke Maong menjadi momok/menakutkan bagi seluluh
keluarga pande dan mereka menghindari dirinya disebut Pande Bangke maong.
Penguasa akan membunuh pande yang benar-benar adalah keturunan Pande bangke
Maong. Kemudian muncul semacam sanggahan halus dari para pande yang menyatakan
bahwa pengucapan Pande Bangke Maong
sebenarnya adalah Pande Bang Kemaong (pande bang saja)
C.
Babad
Pande
Selanjutnya sebagaimana dijelaskan
dalam kutipan Bhisama Pande, yang dalam pertemuan itu dibhisamakan oleh Dalem
Sri Semara Kepakisan, bahwa apabila para sentana Dalem Tarukan tetap ingin
ngamanggehang (menegakkan) pamancangah (prasasti)-nya, sebagai
bukti bahwa mereka (para warga pande) mereka merupakan keturunan Dalem
Gelgel, mereka harus memohon pengampunan (nunas lugra) ke Pura Besakih.
Dalam Babad Dalem Tarukan juga dimuat bhisama Dalem, yang memberi petunjuk
kemana mereka harus nunas lugra dan apa sarana penuntun nunas lugra itu.
Warga pande harus menyadari bahwa
Pura Penataran Ida Ratu Bagus Pande di Besakih memang mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan Pura Besakih. Gelar abhiseka Ida Bhatara di Penataran Pande
di Besakih justru diketemukan dalam Raja Purana Pura Besakih dan di dalam babad Dalem Tarukan.
Dalam Raja Purana Pura Besakih dijelaskan bahwa nama abhiseka Ida Bhatara di
Pura Penataran Pande di Besakih adalah Ida Ratu Bagus Pande.
Sebagaimana disebutkan dalam
beberapa kutipan Bishama warga pande dijelaskan bahwa :
- Pemakaian Sira Mpu merupakan penerusan tradisi leluhur yang telah berlangsung sejak jaman sebelum kedatangan Dang Hyang Nirarta ke Bali, jauh sebelum Beliau datang warga Pande telah memiliki sulinggih sendiri yaitu Sira Mpu. Tradisi itulah yang telah diwariskan dari generasi ke genarasi.
- Dalam Kesulinggihan, warga pande tidak menggunakan Sulinggih lain, karena ada beberapa mantra khusus yang tidak dipakai oleh Sulinggih lainnya, khususnya yang berkaitan dengan Bhisama Panca Bayu.
- Kajang, warga Pande seperti warga/soroh lainnya di Bali, memiliki aturan tersendiri dalam pembuatan kajang kawitan. Kajang kawitan Pande hanya dipahami secara mendalam oleh Sira Mpu atau pemangku Pura Kawitan sehingga hanya merekalah yang berhak membuat kajang kawitan Pande.
- UpacaraMediksa, tata cara pediksaan di kalangan warga Pande sangat berbeda dengan tata cara pediksaan dikalangan warga lain, khususnya keturunan Danghyang Nirartha. Perbedaan ini sangat prinsip bagi warga Pande, dimana warga Pande melakukan pediksaan dengan sistem Widhi Krama.
Demikianlah sekiranya disebutkan
kisah keturunan dari pesemetonan warga pande di Bali
Sameton Pande pasti sudah banyak yang tau kalau
warga Pande tidak dizinkan memakan daging ikan jeleg/deleg (ikan gabus). Tapi
apakah setiap keluarga yang melarang keluarganya memakan be jeleg menjelaskan
kenapa warih Pande tidak diperkenankan memakan ikan jeleg? Seperti kami
sendiri, banyak yang orang tua kami yang sama seperti kami, "Nak keto
pabesen lingsir-lingsire pidan, jeg tuutin da bani nglawan, nyanan kena
pamastu!," begitulah orangtua sering mengatakan karena ketidak tahuannya
dan kami pun mengikutinya. Namun di zaman sekarang, anak muda yang enerjik dan
penuh rasa ingin tahu tak cukup diberikan jawaban "nak mula keto",
mereka selalu ingin mencari jawaban atas segala pertanyaan di otaknya agar
tidak selalu terkukung oleh dogma nak mula keto.
Lalu kenapa Warga Pande tidak boleh makan be jeleg?
Sebenarnya larangan ini ada dalam salah satu bhisama Warga Pande yaitu pada larangan
Asta Candala. Beginilah ceritanya :
Pada tahun 1556 Masehi, ketika terjadi pembrontakan
atas pemerintahan Dalem Bekung yang dilakukan oleh Arya Batan Jeruk ( keturunan
arya kepakisan ) sehingga Arya Batan duanggap Angesti Muji Dadia Sang Prabu. (bercita-cita
ingin menjadi Raja).
Akhirnya Arya Batan Jeruk tewas setelah di kejar
sampai Bonganya, Karangasem. Pembrontakan selanjutnya dilakukan oleh Kyayi
Pande Bhasa, yang terlibat pembrontakan ini dalah Keluarga Pande Capung yang
didukung keluarga besar. Kerajaan Gelgel terpecah belah terutama keturunan
Majapahit. Mereka menegaskan jati diri, karena ada unsur saling curiga. Para
Pasek dan Pande mebantu penguasa yang dekat sama mereka.
Ketika pembrontakan dapat di padamkan yang memihak
raja tetap tinggal di Gelgel dan yang memihak para pembrontak mengungsi dan
menyelamatkan diri. Karena keterlibatan para Pande terutama di Klungkung.
Sewaktu-waktu para Pande dapat terbunuh.
Sang Bhagawan sebagai penasehat Raja bercerita
kepada Raja bahwa Penyebab Kekacauan yang merajarela adalah Sira Pande,
"nak I Pande sane ngaryanin Sanjata nu idup, ipun sane ngranayang wenten
perang, yen I Pande ten wenten, sinah ten wenten perang". Menurut Bhagawan
Sira Pande yang membuat senjata ke sana ke mari dan meyakinkan raja bahwa Sira
Pande menyebabkan hal itu dan menyarankan membunuh semua Pande sampai habis
karena jadi biang keladi.
Ida Dalem menerima saran dari sang bhagawan dan
memerintahkan membunuh seluruh Warga Pande baik yang kecil, bayi, muda, tua
tanpa pri kemanusiaan. Sehingga banyak warga Pande yang kalang kabut
dikejar-kejar oleh pasukan kerajaan, bahkan rela nyineb wangsa, menghilangkan
nama Pande dan tidak mengaku sebagai warga Pande agar bisa bertahan hidup. I
Pande yang tak mau meninggalkan leluhur dan tetap mengaku sebagai Warga Pande terus berlarian bersembunyi dari
orang-orang yang memburu I Pande. Satu per satu mereka ditemukan dan dibunuh.
Tetapi atas perlindungan Ida Ratu Bagus Pande ada
seorang warga Pande masih hidup. Warga pande itu dilindungi dan di sembunyikan
oleh Jangga Wadita (be jeleg) di bawah air terjun di Sawah Gambangan. Orang
yang memburu warga Pande itu berpikir tidak mungkin si Pande bersembunyi di
telaga itu. Ikan yang ada di telaga itu tidak beranjak pergi. Jika air terjun
ini menjadi persembunyian si Pande sudah pasti ikan Gabus yang mengambang di
telaga ini akan pergi dan gelombang air pun tidak ada sama sekali. Dengan
mengalami kejadian itu si Pande bersumpah sampai keturunannya tidak akan
memakan ikan Gabus. Itulah sedikit sejarahnya kenapa kita dilarang memakan
"BE JELEG" atau IKAN GABUS.
E. Pura Penataran Pande Besakih (Linggih Ida Ratu Bagus Pande)
Bhisama pertama, berupa
bhisama agar Warga Pande tidak lupa menyungsung Pura Besakih dan Pura Penataran
Pande di Besakih. Bhisama ini dipesankan dengan tegas oleh Mpu Siwa Saguna
kepada Brahmana Dwala di Pura Bukit Indrakila sebagai berikut :
Warga pande harus
menyadari bahwa Pura Penataran Ida Ratu Bagus Pande di Besakih memang mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan Pura Besakih.
Gelar abhiseka sengaja
dikemukakan agar warga Pande mengetahuinya, karena dalam babad-babad Pande
gelar itu tidak pernah disebutkan. Warga Pande hendaknya mempergunakan gelar
itu secara sadar, karena gelar itulah yang benar menurut sumber yang layak
dipercaya. Oleh karena itu, gelar abhiseka itu mutlak harus disosialisasikan
kepada seluruh warga Pande agar mereka lebih mendalami jati dirinya guna
memperkuat tekad ngayah, sebagaimana yang dibhisamakan kepada Brahmana Dwala
oleh Mpu Siwa Saguna.
Sumber - Bhisama Warga Pande,
- Babadbali.blogspot.co.id
- Pandetamanbali.blogspot.co.id
- Suryawanhindudharma.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar